Majalahketik.com Intan Syafrini, mahasiswi tingkat 3 Program Studi Periklanan B ini sudah membuat harum nama PoliMedia Jakarta. Dengan kemampuan dan bakat yang dimiliki ia berhasil mengikuti pertukaran pelajar di Negeri Tirai Bambu, Cina.
Selama 4 bulan menjadi mahasiswi Jiang Thao University di Shanghay jurusan Brand Marketing, Intan Syafrini mendapatkan banyak ilmu yang bermanfaat bagi dirinya. Sistem pembelajaran yang berbeda dengan PoliMedia membuat Intan bersemangat belajar di sana. Jiang Thao University menerapkan sistem pembelajaran yang dibuat oleh dosen mata kuliah masing-masing.
“Di sana tuh enak banget! Gak ada ujian kaya UAS atau UTS. Jadi kuliahnya cuma 1 mata pelajaran dan 1 dosen selama 3 minggu”. Ungkapnya.
Pertukaran pelajar ini adalah kali pertama diadakan sehingga persyaratannya belum terlalu banyak. Dalam waktu sebulan, Intan tak kesulitan mengumpulkan persyaratan yang diminta seperti nilai IP minimal 3.5, kemampuan berbahasa Inggris, dll.
Dengan 5 orang teman dari Indonesia, 5 Maret 2016 mereka berangkat ke Cina untuk belajar di sana dan pulang ke Indonesia pada 8 Agustus lalu. “Harusnya belajar di sana Cuma 4 bulan, tapi aku milih stay di sana karena masih pengen belajar” tutur Intan Syafrini kepada Reporter Majalah KETIK usai mengisi acara di PSP2 Senin lalu.
Memiliki teman-teman baru dari negara-negara lain, Intan banyak mendapatkan pengalaman baru. Semangat belajar mereka yang tinggi membuat Intan terdorong untuk fokus belajar. Jam perkuliahan yang hanya 3 jam per hari tidak membuat Intan dan teman-temannya yang lain berleha-leha, setelah jam perkuliahan selesai mereka mengerjakan project yang diberikan oleh dosen pembimbingnya hingga larut malam. Sesekali Intan tertidur di kelas dan pulang ke apartement hanya sekadar mandi dan bersiap-siap kuliah lagi.
Kesulitan yang dihadapi oleh Intan adalah biaya untuk kebutuhan hidupnya. Pihak Kampus PoliMedia menjanjikan uang saku untuknya dan tema-temannya, namun faktanya sampai berbulan-bulan di Negara orang, Intan harus mengeluarkan uang pribadi untuk biaya hidup di sana.
Dengan dana yang sedikit karena perbedaan mata uang membuat Intan dan teman-temannya harus hidup melarat. Mereka tidak bisa menikmati weekend untuk jalan-jalan ke tempat wisata karena biaya yang mahal. “hidup melarat banget. Sampe makan nasi basi, oatmeal lagi-oat meal lagi” ungkapnya.
Oleh: Vika Widya Alfianti