Tanggal 9 Februari merupakan Hari Pers Nasional, jejak pers di tanah air pun sempat melewati sepak terjang yang cukup panjang. Pers merupakan sebuah bentuk usaha untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan mengolah dan menyampaikan informasi secara lisan, tulisan ataupun bentuk lain.
Sejarah lahirnya Pers di Indonesia pun memiliki peran yang cukup besar dalam kemerdekaan Indonesia. Pada masa penjajahan Indonesia yang dilakukan oleh bangsa asing seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Perancis, Inggris dan Jepang untuk menerbitkan sebuah surat kabar seringkali dihambat dikarenakan takut membangkitkan semangat juang pribumi dengan pemikiran kritisnya serta pemerintah yang tidak ingin menerima kritikan.
Pada masa penjajahan Belanda dan saat adanya kongsi dagang VOC yang dipimpin oleh Gubernur Gustaaf Willem Baron van Imhoff mengeluarkan terbitan pertama yaitu koran berbahasa Belanda terbit pada 7 Agustus 1744 di Batavia. Lembar berita tersebut digagas oleh Gubernur Jenderal Van Imhoff. Koran tersebut bernama Bataviasche Nouvelles yang sekaligus merupakan surat kabar modern pertama yang berhasil terbit di Hindia Belanda (sekarang Indonesia).
Semenjak itu mulai bermunculan surat kabar di tanah air, mulai dari “Java Government Gazzete” pada 1812 dan berubah menjadi “Bataviasche Courant” kemudian diganti menjadi “Javasche Courant“, Pada 1851, “De Locomotief” terbit di Semarang, dan beberapa surat kabar lainnya. Walaupun kemudian surat kabar itu mengalami pasang surut seperti kerap kali terjadi pembredelan dan perubahan nama pada beberapa koran, namun pada masa itu mampu membangkitkan sifat kritis kepada penjajah terhadap perbudakan di Batavia.
Pada tahun 1904 hingga tahun 1912 di Bandung terbitlah surat kabar nasional bernama “Medan Prijaji” yang berbahasa melayu. Surat kabar ini didirikan oleh Tirto Adhi Soerjo, sebelumnya diketahui bahwa Tirto Adhi Soerjo juga pernah menerbitkan surat kabar bernama “Soenda Berita”.
Surat kabar ini berisi tentang kritikan atau kecaman pedas penjajahan di Indonesia dan menampung suara pribumi yang diperlakukan tidak adil oleh kekuasaan. Tak hanya itu, Medan Prijaji pun menjadi jurnalisme advokasi yang membantu memperjuangkan atau menyelesaikan kasus yang menjerat kaum pribumi dengan menyewa seorang ahli hukum.
Baca Juga : Bahas Jurusan Desain, PoliMedia Gelar Webinar PMB
Surat kabar Medan Prijaji dengan nomor terbit 3 Januari 1912 tahun VI merupakan terbitan terakhir. Kemudian, pada 23 Agustus 1912 Medan Prijaji pun ditutup karena Tirto Adhi Surjo dituduh menipu sejumlah orang yang berhimpun di Vereeniging van Ambtenaren bij het Binnenlandsch Bestuur (Perhimpunan Amtenar Pangreh Praja).
Pada masa Medan Prijaji ini pula menjadi tonggak berdirinya sejarah pers di Indonesia, hingga beberapa tahun setelahnya para wartawan Indonesia merasakan pentingnya informasi nasional lantas mendirikan Biro Pers Nasional pada 13 Desember 1937 dengan nama LKBN ANTARA. Serta adanya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang didirikan pada 9 Februari 1946 yang juga sekaligus menjadi tanggal yang memperingati Hari Pers Nasional sesuai dengan Keppres no 5 tahun 1985 tentang Hari Pers Nasional.
Semenjak itu pers di Indonesia pun kian makin berkembang seperti lahirnya stasiun televisi pemerintah TVRI pada 1962 dan hingga saat ini sudah banyak bermunculan media-media pers. Seperti: Media Indonesia, Suara Merdeka, Kompas, Pikiran Rakyat, Tribun, Republika, Tempo dan masih banyak lagi media pers lainnya.
Sumber:
Koran Pertama di Batavia, Bertahan Dua Tahun
Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementes
Jurnalis: Maria Alexandra Fedho
Editor: Early Meidiasa Prameswari