Koalisi Gerakan Anti Kekerasan Seksual menggelar aksi simbolik pada Senin (13/6/22) di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat. Pada awalnya, aksi ini direncanakan akan digelar di depan Gedung Mahkamah Agung. Namun, akibat tertahan oleh pihak kepolisian dengan alasan izin yang diajukan terlalu mendadak, aksi simbolik ini pun harus dialihkan ke Patung Kuda.
“Menurut pihak kepolisian, surat pemberitahuan aksi harus diserahkan 3 x 24 jam sebelum aksi dimulai. Dan kita memberikan suratnya pada hari Minggu (H-1 Aksi digelar). Kita coba negosiasi. Namun, aksi tetap enggak bisa digelar di depan Mahkamah Agung,” ungkap Fadli selaku koordinator lapangan dari BEM UPNVJ.
Puluhan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi yang tergabung dalam Koalisi Gerakan Anti Kekerasan Seksual mendesak Mahkamah Agung untuk mengawal secara serius kasus kekerasan seksual yang terjadi di Universitas Negeri Riau. Sebab, pelaku yang merupakan dosen pembimbing sekaligus dekan tersebut sebelumnya divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Riau.
“Saat itu, korban sedang melakukan bimbingan skripsi. Ada asisten dosen berjumlah dua orang. Namun, pada saat kejadian, mereka sedang tidak berada di ruangan. Dan saat itulah, kekerasan seksual terjadi. Kemudian, korban melaporkan kejadian itu agar keadilan bagi dirinya dapat ditegakkan. Namun, pelaku justru divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Riau,” jelas Anisa Rumondang selaku Kepresma Trisakti.
Tidak cukupnya saksi menjadi alasan Pengadilan Negeri Riau memberikan vonis bebas kepada pelaku. Padahal, saat pengujian menggunakan lie detector, pelaku terbukti memberikan keterangan palsu. Meskipun begitu, pihak pengadilan tetap bersikeras bahwa pelaku tidak bersalah.
Baca Juga: https://majalahketik.com/vihara-jakarta-dhammacakka-jaya-rayakan-hari-waisak-secara-hybrid/
Vonis bebas atas terdakwa kasus kekerasan seksual yang terjadi di UNRI merupakan berita yang memilukan dan menjadi pukulan telak bagi semua organ yang telah memperjuangkan keadilan untuk korban-korban kekerasan seksual. Putusan tersebut memberikan sinyal bernuansa pesimistik bagi korban-korban lainnya yang telah atau akan melapor kepada penegak hukum. Harapan dan perjuangan yang telah dibangun untuk penegakan hukum progresif terhadap kasus kekerasan seksual seolah sirna begitu saja akibat vonis ini.
Oleh sebab itu, Koalisi Anti Kekerasan Seksual mendesak Mahkamah Agung untuk segera melakukan eksaminasi terhadap Pengadilan Negeri Riau. Dilansir dari hukumonline.com, eksaminasi sendiri adalah suatu bentuk pengujian atau penilaian dari sebuah putusan (hakim) apakah pertimbangan-pertimbangan hukumnya telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, serta apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat.
“Kami sangat berharap Mahkamah Agung mengadili pelaku kekerasan seksual ini, bukan bebas seperti putusan Pengadilan Negeri Riau. Karena orang seperti dia tidak layak dibebaskan!” tegas Muhammad Dziqirullah selaku koordinator lapangan dari Sekretariat Politik Pemuda.
Teks: Eric Wirayudha
Editor: Hania Latifa
Foto: Ready Ruhut