Smallest Font Largest Font

Peringati Hari Perempuan Internasional, Aliansi Kelompok Perempuan Gelar Aksi Damai di Patung Kuda Jakarta

Foto: KETIK/Intan Fadillah

Dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional, aliansi dari berbagai kelompok perempuan menggelar aksi secara damai di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Selasa (08/03/2022).

Aksi ini mulanya digagas oleh organisasi perempuan, yakni Perempuan Mahardika. Kemudian, Perempuan Mahardika melakukan konsolidasi hingga terlaksana gerakan aksi damai yang diikuti berbagai kelompok perempuan dan mahasiswa, seperti Sanggar Suara, Arus Pelangi, JALA PRT, KSPN, Greenpeace, Ranita UIN Syarif Hidayatullah, Lingkar Studi Feminis, OPSI, BEM UI, Gerpuan UNJ, kolektif mahasiswa UPJ, GMNI UNPAM, BEM FH UI, KOPRI KOMFAKA, dan Jaringan Muda Setara.

Aksi yang bertajuk, “Kekerasan seksual mengancam perempuan, sementara perempuan hidup tanpa perlindungan social. Negara jangan lepas tanggung jawab!” mengusung tema secara global, yaitu “Break The Bias!”.

Baca Juga : Pemilihan Ketua Jurusan Penerbitan Periode 2022-2026

Foto: KETIK/Intan Fadillah

Aksi ini menuntut agar segera disahkannya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang partisipatif dalam pembahasan dan pro korban; serta menuntut terwujudnya sistem perlindungan sosial yang inklusif, menghargai keragaman, tidak diskriminatif, dan menjamin hak setiap orang untuk bebas dari kemiskinan.

“Setelah tanggal 18 Januari 2022, RUU TPKS sempat sudah menjadi RUU inisiatif DPR, tetapi enggak ada kabarnya lagi. Kalau terkait perlindungan sosial, kita melihat situasi nasional terkait JHT (Jaminan Hari Tua) kemarin. JHT hanya bisa diambil di atas umur 56 tahun, di bawah itu enggak bisa. Sementara di bawah 56 tahun itu logisnya untuk pekerja atau buruh yang tetap, sedangkan banyak buruh perempuan itu kebanyakan buruh kontrak. Semuanya serba kontrak dan kontraknya pendek-pendek. Buruh kontrak buat punya BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan itu enggak ada. Enggak semua perusahaan punya kesadaran untuk membayar iuran BPJS pekerjanya, dan perlindungan sosial yang masih diskriminatif, dan banyak syaratnya yang di mana salah satunya buruh perempuan itu dieliminasi gitu untuk mengakses itu,” jelas Jihan selaku penyelenggara aksi dari tim Departemen Pengembangan Organisasi dan Departemen Pendidikan Perempuan Mahardika dalam wawancaranya di Jakarta, Selasa (08/03/2022).

Selain itu, massa aksi juga menuntut pemerintah untuk (1) mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan buruh; (2) memberikan upah layak bagi buruh perempuan,  mencabut subsidi energi (BBM, Gas, Listrik); (3) menolak penggusuran dan pengambilalihan lahan petani serta rakyat miskin; (4) memberikan perlindungan sejati bagi buruh imigran; (5) mencabut Permenaker No. 2 tahun 2022 tentang JHT; (6) memberikan pendidikan dan layanan kesehatan gratis yang berkualitas bagi rakyat; (7) serta memberikan jaminan ketersediaan sembako bersubsidi dan melakukan kontrol terhadap kenaikan harga sembako.

Foto: KETIK/Intan Fadillah

Selain berorasi, kelompok-kelompok perempuan, mahasiswa, serta buruh mengisi aksi juga mengangkat isu kekerasan seksual lewat poster, banner, spanduk, bendera, papan, dan replika gurita raksasa bertanduk dua. Replika gurita tersebut merupakan representasi dari para wanita yang masih terlilit oligarki. Terdapat pula kegiatan simbolisasi cap tangan, yakni massa saling menempelkan cap tangan ke cat ke kaos putih yang dikenakan. Jihan memaknai cap tangan-cap tangan yang ditempelkan pada kaos tersebut sebagai titik area perempuan sering dilecehkan.

Jihan juga mengatakan, aksi yang digelar sejak pukul 09.00 WIB itu ditujukan ke berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah legislatif, eksekutif, DPR, Presiden, sampai dengan semua pihak yang terlibat dalam pembuatan sistem yang menindas buruh perempuan. Begitu juga dengan perusahaan-perusahaan, polisi, serta TNI.

Tahun 2022 merupakan kali ketiga momentum peringatan IWD (International Women’s Day) di tengah-tengah pandemi Covid-19 dengan segala dampaknya. Dalam kondisi tersebut pula, kaum perempuan yang paling terkena dampaknya. Jutaan buruh perempuan dirumahkan dan terkena PHK. Kekerasan terhadap perempuan juga meningkat sangat tajam, baik dalam lingkup pekerjaan maupun dalam lingkup pendidikan.

Di tengah-tengah terpuruknya kondisi kaum perempuan, berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tidak ada yang secara signifikan membantu dan menyelamatkan kaum perempuan. Bantuan sosial selama pandemi yang diberikan pemerintah pun masih kurang dan banyak yang salah sasaran. Perlindungan bagi kaum perempuan dari kekerasan ekonomi maupun kekerasan seksual pun sangat sulit mendapat keadilan.

Jihan berharap, pemerintah merespons keresahan kaum perempuan dan dapat secepatnya menciptakan perlindungan sosial terhadap kaum perempuan. “Perempuan miskin, perempuan kelas pekerja, teman-teman mahasiswa, perempuan-perempuan yang ada di akar rumput itu kepentingannya diakomodir. Perlindungan sosial dan tuntutan itu diciptakan, sekarang juga, enggak usah lama-lama,” pungkas Jihan.

Reporter: Meylia Putri Irawati

Teks: Bella Nurmaya dan Eric Wirayudha

Editor: Hania Latifa

Dokumentasi : Intan Fadillah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts