JAKARTA, majalahketik.com – Film bergenre horor-religi sedang banyak di gemari masyarakat belakangan ini, kebanyakan film mengangkat isu kurangnya keimanan seseorang dan membuat ibadah seolah-olah menakutkan karna banyaknya gangguan setan. Namun tidak dengan film Siksa Kubur yang digarap oleh Joko Anwar, film ini megangkat isu kepercayaan Sita (Farradina Muthi) terhadap agama Islam karna tragedi mengenaskan yang menimpanya dan Adil (Reza Rahardian) saat remaja.
Sita kecil (Widuri putri) dan Adil kecil (Muzzaki Ramdhan) hidup bahagia bersama kedua orang tua mereka (Fachry Albar, Happy Salma). Hingga kedua orang tuanya menjadi korban tragedi bom bunuh diri yang mengatasnamakan ‘jihad’ karna takut akan siksa kubur. Sejak saat itu Sita tidak percaya dengan ajaran agama dan menghabiskan hidupnya untuk mencari orang paling berdosa di dunia agar bisa membuktinya siksa kubur itu nyata atau tidak.
Setelah kematian kedua orang tuanya, Sita dan Adil dikirim ke pesantren di pelosok desa oleh paman mereka. Sita menjadi santriwati yang skeptis akan penjelasan ustazah mengenai siksa kubur dan ajaran agama lainnya. sedangkan di tempat lain Adil menjadi salah satu korban kekerasan seksual di pesantren yang meninggalkan trauma mendalam hingga Adil dewasa. Keduanya mencoba kabur dari pesantren itu dengan melewati terowongan angker yang menjadi jalan satu-satunya mereka untuk kabur, hal ganjil terjadi selama keduanya melewai terowongan, hingga keluar dari terowongan yang ditandai dengan cahaya putih yang memenuhi layar.
Latar waktu kemudian beralih saat Sita dan Adil sudah dewasa dan bekerja di salah satu panti jompo di kota. Adil bekerja sebagai pengurus jenazah sedangkan sita sebagai suster panti. Profesi yang membuat keduanya dekat dengan kematian. Penonton pun seakan tersihir suasana tegang yang ditimbulkan, mulai dari penampilan Bu Nani (Chistine Hakim) dengan rambut putih panjangnya yang menjuntai atau prosesi pemanggilan arwah yang dilakukan Bu Juwita (Ninek L. Karim) dan teror lainya yang terjadi di Panti.
Dari judulnya sendiri sudah membuat penonton terkunci dengan rasa takut, yang membuat suasana tegang selama menonton film. Yang membedakan film Siksa Kubur dengan film bergenre horor-religi lainnya adalah rasa takut yang ditimbulkan bukan dari jumpscare atau bentuk hantu yang seram. Melainkan perasaan was-was atas apa yang akan terjadi setelah ini. Tidak hanya menjual seram, film ini juga mengajak penonton untuk itu berpikir atas teori dibalik kejadian yang menimpa pemain. Seperti siapa sebenarnya Ismail dan mengapa Ismail sangat mempengaruhi alam bawah sadar Sita. Film Siksa Kubur dikemas apik dengan sinematografiyang nyaman dan indah. Jika dibandingkan dengan film horor lain yang cenderung berlatar malam atau gelap, ‘Siksa Kubur’ banyak menyuguhkan scene dengan latar siang hari yang cerah.
Namun kelemahan film ini berada pada plot yang lama. Ini ditandai dialog Sita dan Pak Wahyu (Slamet Rajardjo) yang sangat panjang dan alot. Mereka sibuk membahas pandangan material tentang kebenaran siksa kubur menggunakan bahasa formal seakan sedang seminar.
Lalu pada scene yang menunjukan penguburan Pak Wahyu, dimana jenazah hanya diletakkan terlentang dan langsung di tutup oleh papan kayu sebelum di timbun tanah. Jika merujuk pada hukum Islam yakni Tiga Mazhab Fiqih (hanafi,syafi’i, hambali) posisi jenazah harus menghadap kanan dengan posisi wajah menghadap kiblat, sedangkan Mazhab Maliki menyebutkan posisi jenazah seperti itu musta-hab (sunnah). Namun, para ulama keempat mazhab bersepakat bahwa posisi jenazah tidak boleh telentang. Jika terjadi seperti itu, maka makam harus digali kembali dan posisi mayat disesuaikan dengan aturan.
Secara keseluruhan film ‘Siksa Kubur’ sangat cocok untuk para pecinta horor dan penggemar karya-karya Joko anwar. Film ini juga cocok untuk kamu yang suka dengan teori konspirasi karena film Siksa Kubur ini mengandung banyak sekali teori konspirasi.
Teks: Desi Sintawati
Editor: Jasmine Al Ramadhani