Jakarta— majalahketik.com Di balik layar film Jumbo yang berhasil menarik lebih dari 9 juta penonton, tersimpan kisah perjuangan panjang dari para animator dan kru produksi termasuk enam alumni Polimedia jurusan Animasi yang kini terlibat langsung dalam proyek besar ini. Dalam talkshow Behind the Frame Jumbo & Career Potential in Animation Industry, mereka berbagi pengalaman mulai dari tantangan produksi, proses kreatif, hingga peluang karier di industri animasi yang terus berkembang pesat di Indonesia.
Para narasumber yang hadir dalam talkshow ini berjumlah enam orang, seluruhnya merupakan alumni Jurusan Animasi Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) dari berbagai angkatan. Mereka adalah Ryan Ismail Soeharto (Project Manager di Motion Circus), Muhammad Iqbalur Rohman (Animator di Motion Circus), Anggia Kurnia Dewi (Look Development Artist di Lumoswork), Muhammad Risnadi (Animator di Hawq Studio), Najib Husain (Animator di Motion Circus), dan Muhammad Tufel (Animator di Hawq Studio) Kini mereka telah berkarier secara professional di industri animasi dan terlibat langsung dalam proses produksi film Jumbo. Talkshow ini menjadi ruang berbagi yang hangat dan informatif, di mana keenam alumni tersebut membagikan pengalaman mereka mulai dari tahap praproduksi, pengembangan karakter, hingga tantangan teknis yang dihadapi selama proses produksi berlangsung.
Pengalaman keenam alumni Polimedia menunjukkan bahwa perjalanan karier di industri animasi tidaklah instan. Muhammad Tufel, salah satu animator yang kini bekerja di Hawq Studio, mengungkapkan bahwa ketertarikannya pada dunia animasi sudah tumbuh sejak lama.
“Dari dulu saya memang suka dunia animasi, bahkan sebagai penikmat. Waktu SMK, saya direkomendasikan untuk masuk Polimedia agar bisa lebih fokus mendalami animasi. Setelah lulus, saya langsung mencoba terjun ke industri animasi, dan ternyata itu menjadi awal dari perjalanan karier saya hingga sekarang,”
ujarnya.
Menurut Tufel, tantangan terbesar selama produksi film Jumbo justru terjadi saat pengembangan adegan aksi yang kompleks secara teknis dan membutuhkan kolaborasi intens antar tim.
“Indonesia punya banyak cerita menarik. Kalau divisualisasikan dengan cara yang kuat seperti di Jumbo, itu bisa jadi daya tarik internasional,” tambahnya.
Tufel mengakui bahwa pengalaman belajar di Polimedia sangat membantunya. Momen penentu dalam kariernya adalah saat pertama kali karyanya ditayangkan di layar besar sebuah titik balik yang membuatnya yakin bahwa ia berada di jalur yang tepat.
Tufel juga menyoroti realita industri animasi di Indonesia saat ini yang masih menghadapi berbagai tantangan, mulai dari minimnya karya lokal hingga kurangnya pengakuan terhadap talenta dalam negeri.
“Jujur, industri animasi kita masih cetek. Karya lokal belum banyak, padahal dunia animasi itu luas banget dan investor asing sebenarnya tertarik, asal ada yang bisa dilihat dari sini,” jelasnya.
Banyak animator Indonesia yang terlibat dalam proyek internasional, tapi jarang mendapat kredit yang layak. Oleh karena itu, ia berharap akan ada lebih banyak film animasi Indonesia seperti Jumbo yang bisa membuka mata pasar global sekaligus membangun kepercayaan terhadap kualitas karya anak bangsa.
Melalui cerita pengalaman para alumni Polimedia yang kini sukses karier di industri animasi, talkshow Behind the Frame Jumbo tidak hanya menginspirasi, tetapi juga membuka matatentang pentingnya dukungan terhadap karya animasi lokal. Keberhasilan film Jumbo menjadi bukti bahwa talenta kreatif Indonesia mampu bersaing di global, asalkan didukung oleh pendidikan yang tepat, kerja sama tim yang solid, dan kesempatan untuk terus berkarya. Harapannya, akan semakin banyak film animasi Indonesia yang tidak hanya menghibur, tetapi juga membangun identitas bangsa di mata dunia.
Teks: Andien Tri Aprillia
Editor: Syafaa Ainun Laita Lesmana