Adikku menyebalkan, ia sering mengganggu saat aku sedang menonton TV atau bermain Handphone. Sampai suatu hari, aku merebut mainan itu, kubawa ke kamar dan kulempar entah kemana. Kukunci pintu kamarku serta kupasang headphone dengan volume keras. Tak usah kupedulikan suara rengekannya saat ia meminta boneka yang mirip dengannya itu kembali. Tapi, kini aku menyesal karena saat aku terbangun dan membuka pintu ketika mendengar kamarku di ketuk dengan keras, aku melihat sebidang tanah tanpa ujung yang terbuat dari keramik dengan langit berwarna gelap. Pada saat keluar kamar, aku telah menutup pintu kamar kemudian aku berniat kembali lagi ke dalam kamar berharap agar, saat aku berbaring sambil menutup mata, dunia kembail normal.
Tapi ternyata kamarku pun sudah berubah menjadi sebidang tanah tanpa ujung. Aku bingung detik itu juga, aku mendengar suara anak kecil bernyanyi dari kejauhan. Aku berjalan mencari sumber suara itu dan ternyata itu adalah suara boneka milik adikku. Ia bersuara mirip sekali dengan anak kecil. Sebelumnya boneka itu adalah boneka kecil lucu yang mirip adikku dengan rambut ikal. Saat aku berjalan ke arah boneka adikku, tiba tiba ia berubah, kini tingginya setara denganku. Boneka itu terlihat seperti boneka Barbie berukuran besar. Bagian paling mengerikannya adalah saat boneka itu mengeluarkan bayonet yang benar-benar seperti aslinya entah dari mana. Boneka itu tersenyum sambil mengacungkan ujung tajam bayonet tepat ke depan hidungku. Aku terkejut dan berlari ketakutan tetapi boneka itu justru menembakku.
Diantara peluru yang tumpah ruah, aku berlari sepenuh hati tapi itu tidak bertahan lama karena aku tersandung lalu terguling dengan keras hingga l lututku terluka. Boneka itu menyeringai senang melihatku terjatuh kemudian boneka itu berjalan dengan santai. Kejadian ini sungguh membuatku takut. Lagi-lagi boneka itu mengarahkan bayonet ke arahku.
Dorrrrrr!
Peluru itu berdesing di telingaku karena tepat melewati samping kepalaku tapi tidak mengenaiku. Ternyata ada boneka lain disini, boneka itu melindungiku di detik–detik terakhir. Boneka itu adalah boneka beruang. Aku ingat, boneka itu adalah boneka kesayangan pemberian orang tuaku ketika aku masih kecil dulu. Boneka adikku memandang remeh aku dan boneka beruang pemberian orang tuaku. Boneka beruang milikku muncul entah dari mana untuk melindungiku. Boneka beruang melirikku seolah berkata bahwa “semua akan baik – baik saja.”
Aku mengangguk, mencoba terlihat tenang dihadapannya. Tapi percuma, aku benar benar sadar jika ia hanya boneka beruang kecil yang lucu dan tak memiliki senjata kecuali pelukan hangat tentunya. Pada saat aku mulai beranggapan seperti itu, boneka beruang milikku berubah. Tubuhnya membesar seukuran beruang sungguhan. Tunggu, Ia benar-benar menjadi beruang sungguhan, dengan ukuran tubuh yang sangat besar. Meskipun masih banyak jahitan yang menunjukkan kalau dia adalah boneka tapi sebagian tubuhnya dilindungi oleh zirah yang cukup kokoh, minimal tidak bisa ditembus oleh peluru bayonet Boneka adikku. Aku melihat ada api kecil membara dari mata dan sela–sela jahitanya.
Kemudian boneka beruangku dan boneka milik adikku bertarung. Boneka adikku bergerak luwes dan mengeluarkan serangan dari berbagai arah bagaikan petarung sejati. Aku menyadari satu hal, ia mengincarku, sedangkan boneka beruangku mati–matian berusaha melindungiku. Keuntungan yang dimilikinya hanyalah kekuatannya itu sendiri tetapi itu belum cukup. Bonekaku hampir tidak bisa menyamai kecepatan Boneka milik adikku. boneka beruangku terlalu banyak memilih untuk bertahan.
Perlahan tapi pasti boneka beruang semakin terdesak, aku semakin khawatir. Pada satu bagian, aku melihat sesuatu yang berbahaya. Boneka beruang milikku bergerak untuk menebas kepala lawannya tapi tidak terjadi karena boneka adikku merunduk. Bayonetnya terangkat, semuanya terlihat dalam gerak lambat. Aku sadar, boneka Beruangku akan kalah. Menyadari hal itu, tanpa pikir panjang aku segera menerjang ke arah boneka adikku. Aku menerjangnya dan mendorong bayonetnya keras – keras. Aku tak sempat menyadari apakah ada peluru yang di tembakkan atau tidak yang pasti boneka milik adikku terdorong dan kehilangan keseimbangan. Kami jatuh berguling dengan keras. Tanpa memperdulikan rasa sakit, aku segera bangun sambil berusaha merebut bayonetnya.
Berhasil!
Aku berhasi merebut bayonet miliknya. Aku terengah–engah ketika adrenalin yang memuncak tadi karena aku baru sadar kalau merebut bayonet adalah hal yang bodoh. Aku mengarahkan bayonet itu tepat ke kepalanya. Boneka adikku tidak bisa lari, aku melirik boneka beruang, sekilas ia menatapku dan menganggukkan kepalanya. Aku seolah mengerti apa maksud dari boneka berungku.Aku bersiap menembak, mengarahkan bayonet tepat diantara kedua pelipis boneka milik adikku. Pada saat aku akan menembak, aku perhatikan wajah boneka milik adikku. Ada ketakutan disana, tangan boneka itu terangkat berusaha melindungi dirinya meskipun percuma. Ekspresi itu benar–benar mirip adikku saat aku merebut boneka miliknya.
Hal itu membuatku teringat saat aku masih kecil. Saat pertama kali aku diberikan boneka beruang oleh orang tuaku, saat aku bermain dengannya, dan yang paling menyedihkan saat aku kehilangannya. Apakah boneka itu merasakan hal yang sama sepertiku? Aku melemparkan bayonet itu karena tidak bisa melakukannya. Aku menjabat tangan boneka itu dan menariknya berdiri tanpa sadar ia menurut padaku. Pada saaat ia berdiri aku memeluknya dengan erat. Yang aku tahu kini, itu adalah hanyalah boneka yang ingin bersama dengan pemiliknya, persis seperti keinginan saat aku kehilangan boneka kesayanganku dulu.
Pada awalnya boneka adikku terkejut, kemudian ia terharu dan balas memelukku dengan tulus. Aku berpaling pada boneka beruang. Boneka itu juga terlihat sedikit terkejut, tapi ekspresi itu terlihat dengan cepat berubah menjadi senyuman. Tiba tiba aku merasa boneka adikku melayang. Aku mengendurkan pelukanku, menatap wajahnya ada air mata disana tapi bukan sebuah tangisan. Melainkan sebuah senyuman telah merekah yang terlalu membahagiakan. Setelah itu boneka adikku benar–benar melayang. kulepaskan pelukanku dan seketika boneka itu menjadi kecil, ia berubah menjadi wujud semula.
Dari dalam tubuhnya keluarlah cahaya putih keemasan. Boneka adikku melambaikan tangan. Cahaya itu semakin terang hingga menyelimuti seluluh boneka tersebut kemudian boneka itu menghilang bersamaan dengan hilangnya cahaya. Dunia pun berubah. Awalnya hanya sebidang tanah tanpa ujung yang terbuat dari keramik dengan langit berwarna gelap kini langit itu berubah menjadi biru cerah, bahkan ada awan disana.
Aku berpaling ke arah boneka beruangku. Boneka beruangku juga telah menjadi boneka beruang yang lucu persis seperti yang aku ingat dulu. Aku berlari–lari kecil, boneka beruang melompat ke arahku. Kami berpelukan, boneka itu mengusap–usap kepalaku, mencoba menenangkan. Aku bisa merasakan kalau ia tersenyum senang. Aku tidak tahu apa yang di pikirkannya. Sayang, aku belum sempat bertanya karena ketika aku ingin bertanya, boneka beruangku mengeluarka pendar cahaya persis sama dengan boneka adikku tadi. Cahaya putih menyelimuti kami dan membuatku harus menutup mata karena sinarnya yg terlalu terang.
Begitu cahaya itu menghilang, aku terbangun dan berada di kamarku. Tidak ada yang berubah, tidak ada beruangku, semuanya kembali seperti semula. Satu–satunya perbedaan hanyalah pada saat aku terbangun, boneka milik adikku berada tepat di sampingku. Aku memperhatikan boneka itu penuh tanda tanya. Siapa yang menaruhnya disini?
Tapi aku tak terlalu memikirkannya.Aku mengambil boneka itu dan segera beranjak dari kasur untuk mencari adikku. Ia sedang memakan sarapannya dengan muram. Kuberikan boneka itu padanya walau sempat terkejut. Namun, ia senang menerimanya hingga kami bermain bersama. Kini, adikku tak semenyebalkan dahulu.
Penulis: F.I.N
Editor: N.A.A