JAKARTA , majalahketik.com – Dalam gelombang budaya populer yang terus berkembang, terdapat fenomena yang menarik perhatian, yaitu cosplay. Seperti yang dialami dosen Program Studi Desain Mode, Hesti Nurhayati. Dirinya dikenal karena keunikannya ketika mengajar di kelas, ia senang melakukan cosplay dari beberapa karakter animasi Jepang dan karakter Disney. Ia menjelaskan bahwa inspirasinya tersebut sering kali diperoleh dari karakter-karakter yang disukai, terutama yang masih dapat diaplikasikan dalam prinsip modest fashion (gaya busana yang menjaga penampilan santun dan modis).
BACA JUGA : https://majalahketik.com/duniakampus/ikhtianisa-sekar-kinasih-jalani-konser-musik-kebudayaan-di-eropa/
Cosplay merupakan istilah yang berasal dari gabungan kata “costume” atau dalam katakana disebut kosupure (コスプレ) dan “roleplay” yang tidak hanya mengartikan bermain dengan kostum, tetapi juga harus memainkan peran. Seiring dengan popularitasnya yang meningkat di seluruh dunia, cosplay tidak hanya sekadar berdandan dalam kostum-kostum yang mengagumkan, tetapi juga menjadi ekspresi seni yang menggabungkan mode dan peran. Cosplay telah menjadi bagian integral dari budaya populer, terutama di kalangan penggemar animasi dan komik Jepang. Namun, seberapa jauh sejarah cosplay ini membentang? Serta bagaimana peranannya dalam mempengaruhi industri mode secara keseluruhan?
Hesti Nurhayati atau kerap disapa “Sensei” di ruang lingkup mengajar itu telah menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia pada tahun 1999 hingga 2004. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya sebagai Master of Science di bidang budaya dan masyarakat Jepang khususnya budaya populer Jepang, Program Studi Kajian Wilayah Jepang, Universitas Indonesia pada tahun 2008 hingga 2011. Hal yang membuatnya terjun ke dalam fashion Jepang, yaitu karena penelitian tentang fashion di Harajuku untuk penelitian saat menempuh Pendidikan S2.
Dalam wawancara yang telah dilakukan, Hesti menyoroti bahwa cosplay sebenarnya lebih dari sekadar berpakaian, tetapi ini tentang menjiwai karakter yang dipilih. Dalam dunia cosplay, tidak cukup hanya menampilkan penampilan fisik yang sesuai dengan karakter yang dipilih, penting juga untuk menjiwai karakter tersebut. Mimik wajah, gerakan tubuh, bahkan cara berbicara harus sesuai dengan karakter yang diwakili. Dengan kata lain, cosplay bukanlah sekadar berpakaian, melainkan juga tentang menjadi karakter itu sendiri.
Dalam konteks pengajaran, Hesti menghadirkan elemen cosplay ke dalam sesi kelasnya sebagai cara untuk memeriahkan suasana dan membuat kegiatan pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Meskipun tidak melakukan cosplay secara penuh, ia mengambil esensi dari karakter-karakter yang disukainya dan mengadaptasikannya ke dalam busana sehari-hari yang tetap menunjukkan karakteristik utama dari karakter tersebut. Ketika di kampus, Hesti tidak melakukan cosplay secara full, tetapi mengambil esensi penting dari karakter tersebut. Seperti saat ia berkeinginan untuk menjadi Princess Belle dari film Beauty and The Beast, ia menggunakan setelan kemeja kuning, yang dipadukan dengan rok kuning senada yang sedikit mengembang dan diberi sentuhan bahan tile, kemudian dibagian kepala ia menggunakan kerudung berwarna cokelat yang ditinggikan sedikit serta hiasan kepala berupa bando berwarna kuning.
Kegemaran cosplay telah dilakukan oleh Hesti pertama kali ketika masih menjadi dosen di Program Studi Penerbitan, Politeknik Negeri Media Kreatif, yang mengajar pada mata kuliah Dasar-Dasar Penulisan. Saat ini, ia berfokus mengajar pada mata kuliah Sejarah Mode di Program Studi Desain Mode. Cara penyesuaian kostum cosplay yang dikenakan dengan materi pembelajaran yang dilakukan disesuaikan dengan eranya. Jika sedang membahas materi mengenai Jepang, ia akan mengupayakan untuk dapat membawakan Yukata.
Metode mengajar yang telah dilakukan sampai saat ini tidak hanya mendapatkan respon positif dari mahasiswanya, tetapi juga menginspirasi kolaborasi antara dosen desain dan dirinya sendiri dalam menciptakan konsep-konsep yang menantang, menggabungkan elemen cosplay ke dalam mode sehari-hari yang nyaman dipakai.
Namun, apa sebenarnya peran cosplay dalam industri mode secara keseluruhan? meskipun cosplay tidak secara langsung terkait dengan tren mode, fenomena ini memengaruhi cara orang berekspresi melalui pakaian dan juga memperkaya dunia mode dengan inovasi dan kreativitas. Dalam konteks ini, cosplay dapat dipandang sebagai sebuah bentuk seni yang menciptakan ruang bagi individu untuk mengekspresikan diri mereka melalui pakaian, bahkan jika itu berarti memasukkan elemen-elemen fantasi atau fiksi ke dalam penampilan mereka.
Dalam konteks sejarah, cosplay bukanlah fenomena baru. Sejarahnya dapat ditelusuri kembali ke tahun 1980-an. Seorang reporter dari Jepang, Nobuyuki Takahashi, ia mendatangi Worldcon di Los Angeles pada 1984 dan melihat tokoh dari film Superman memakai kostum. Pada saat itu istilah cosplay disebut “masquerade” pada penonton Jepang, namun dia menganggap itu terlalu kuno. Sehingga, dia menggantinya dengan istilah cosplay dan akhirnya populer hingga sekarang. Sejak saat itu, cosplay telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya populer Jepang, terutama di kalangan penggemar komik Jepang dan anime. Fenomena ini juga telah menyebar ke seluruh dunia, menciptakan komunitas-komunitas yang berkembang pesat di berbagai negara.
Menurut Hesti, cosplay juga memiliki dampak yang lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Selain menjadi hiburan dan bentuk ekspresi diri, cosplay juga dapat menjadi alat terapi untuk melawan stres atau kejenuhan. Melalui memerankan karakter favorit mereka, orang bisa sementara melarikan diri dari realitas dan menikmati kesenangan serta kepuasan dalam menciptakan kostum-kostum yang menakjubkan.
Dengan demikian, cosplay tidak hanya menjadi bentuk hiburan atau ekspresi diri, tetapi juga merupakan bagian penting dari budaya populer dan industri mode. Melalui kostum-kostum yang menakjubkan dan peran-peran yang dimainkan, cosplay menciptakan ruang bagi kreativitas dan imajinasi untuk berkembang. Ini juga membawa kesenangan dan kepuasan bagi individu yang terlibat, baik sebagai peserta maupun penonton.
Pesan yang disampaikan oleh Hesti ketika melakukan cosplay, ia mengatakan cosplay adalah kegiatan yang positif, karena yang melakukannya dituntut untuk bisa mengeluarkan karakter 2D dari komik Jepang, anime, v-tuber, atau video game ke dunia nyata. Dalam segi kreativitas, seseorang yang melakukan cosplay harus bisa membuat bagaimana kostum yang akan dipakai dan bagaimana menjiwai karakter itu. Sementara itu, dalam sisi psikologis, cosplay juga bisa dijadikan terapi kalau stress atau bosan dengan daily activity. Cosplay tidak harus menunggu event. Secara kreativitas terasah dan secara psikologis bisa dijadikan sebagai terapi.
Cosplay mengajarkan kita bahwa mode bukanlah hanya tentang apa yang kita kenakan, tetapi juga tentang bagaimana kita mengekspresikan diri kita dan merayakan imajinasi kita. Cosplay terus menginspirasi dan memperkaya kehidupan kita dengan warna-warni yang baru.
Teks: Salsabilla Putri Arlinda
Editor: Rifkah Kusmita Juniati