Smallest Font Largest Font

Aksi Kamisan ke-836: Surat Terakhir untuk Jokowi atas Kasus Pelanggaran HAM yang Tak Kunjung Usai

Foto: Malik Haqqi Rabbani Johansyah

JAKARTA, majalahketik.com – Kamis (17/10/2024) aksi kamisan yang ke-836 berlangsung di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat. Aksi ini merupakan aksi kamisan terakhir dalam 10 tahun masa kepemimpinan Joko Widodo. Para peserta aksi yang setia berdiri menggunakan pakaian serba hitam di depan Istana Merdeka, mendesak janji-janji Presiden Jokowi seputar penuntasan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang selama sepuluh tahun belum kunjung tuntas.

Peserta kamisan menilai Presiden Jokowi gagal untuk menuntaskan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa lalu, seperti: Peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, peristiwa talangsari 1989, peristiwa Trisakti, kerusuhan 13-15 Mei 1998, peristiwa semanggi I-II, dan lain-lain. Presiden juga dinilai berkontribusi menguatkan impunitas dan juga atas pelanggaran berat HAM yang terjadi atas nama “pembangunan” pada Proyek Strategis Nasional, seperti di Wadas dan Rempang.

Pada isi surat terakhir dari aksi kamisan untuk Presiden Jokowi, Jokowi menggunakan hak asasi manusia hanya sebagai komoditas politik praktisnya.  Ia juga berkolusi dengan pelanggar HAM berat, Prabowo Subianto, pada Pilpres 2024.

“Presiden Jokowi adalah seorang pembohong. Di samping itu, Presiden Jokowi adalah pelindung pelanggar HAM berat,”


ucap Maria Catarina Sumarsih, ibu dari Wawan; korban Peristiwa Semanggi I.

Di samping itu, Sumarsih juga mengatakan ia akan terus mengadakan Aksi Kamisan pada pemerintahan berikutnya.

Baca Juga: Antara Rumah dan Kehilangan : Resensi Film Home Sweet Loan

“Aksi Kamisan hari ini adalah (hari) terakhir kami mengirimkan surat kepada presiden, karena presiden berikutnya tentu saja punya berbagai macam catatan yang menjadi pertimbangan kami,”

ucap Yati Andriyani, selaku kordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).

“Kepada

Yth. Presiden Republik Indonesia

Bapak Ir. H. Joko Widodo

Di Jakarta

Dengan hormat,

Tiga hari lagi Jabatan Bapak sebagai presiden akan resmi berakhir setelah selesainya dua periode masa kekuasaan. Selama 10 tahun terakhir, Aksi Kamisan terus merasakan adanya kebohongan atas janji yang telah Bapak nyatakan mengenai penegakan hukum dan HAM, termasuk janji-janji untuk merealisasikan keadilan bagi korban pelanggaran berat HAM. Dalam kenyataan selama satu dekade ke belakang, tidak ada kebijakan yang merefleksikan janji-janji termaksud. Pola-pola pelanggaran HAM terus berulang di tengah kebijakan Negara yang tidak berpihak pada HAM, di mana pemerintah, utamanya Bapak Presiden Jokowi, justru berkontribusi menguatkan impunitas.

Bapak Presiden mengawali pemerintahan pada tahun 2014 dengan menyertakan janji untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran berat HAM secara berkeadilan dan menghapus impunitas dari sistem hukum nasional. Namun, alih-alih mengupayakan keadilan sesuai dengan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM, pemerintah justru mengambil jalan pintas dengan membentuk Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu (PPHAM). Dan hanya 12 kasus dari 16 kasus pelanggaran berat HAM yang telah diselidiki Komnas HAM yang diakuinya, Meskipun ada empat kasus lainnya yang telah diproses hukum, yaitu: Tanjung Priok 1984, Timor-Timur 1999, Abepura 2000, dan Paniai 2014. Putusan pengadilan mencerminkan ketidakberanian hakim memenuhi rasa keadilan korban dan ketidakberanian menghukum pelaku. Hingga hari ini, tidak terlihat adanya keseriusan Negara untuk mengadili para terduga pelaku pelanggaran berat HAM yang belum tersentuh hukum di pengadilan. Mereka melenggang bebas, mendapat peluang untuk aktif dalam berpolitik praktis, bahkan mendapat karpet merah menuju posisi-posisi strategis di pemerintahan.

Selama 10 tahun terakhir pun banyak kasus pelanggaran HAM terjadi atas nama “pembangunan” yang justru merampas ruang hidup masyarakat, termasuk dalam berbagai Proyek Strategis Nasional seperti di Mandalika, Wadas, dan Rempang. Berbagai kasus penangkapan, kriminalisasi, bahkan kekerasan oleh aparat keamanan terhadap aktivis, warga, hingga masyarakat adat yang membela lingkungan dan hak-hak mereka juga terus terjadi. Orang-orang yang mengekspresikan pendapat dibungkam dan dikriminalisasi hanya karena mengkritik penguasa. Di Tanah Papua, kasus-kasus pelanggaran HAM berulang di tengah impunitas, bahkan terjadi puluhan kasus pembunuhan di luar hukum yang tidak diusut tuntas secara adil dan transparan. Berbagai kebijakan yang sarat dengan kepentingan penguasa dan berpotensi untuk semakin mengkerdilkan HAM juga disahkan, seperti UU Cipta Kerja, revisi UU KPK, hingga revisi KUHP.

Bapak Presiden yang kami hormati,

Bagi kami, korban dan keluarga korban pelanggaran berat HAM, dua periode masa pemerintahan Bapak Presiden berakhir dengan bukti bahwa janji-janji penegakan hukum dan HAM, termasuk penuntasan kasus-kasus pelanggaran berat HAM yang selama ini diucapkan ternyata hanyalah omong kosong. Hanya dijadikan bahan kampanye semasa mengejar kekuasaan dan jabatan. Tidak pernah ada keberanian ataupun keseriusan dari Bapak Presiden untuk benar-benar membuktikan keberpihakan kepada korban dan keluarga korban yang puluhan tahun telah menanti keadilan. Hak Asasi Manusia hanya menjadi komoditas yang dijual untuk kepentingan politik praktis, dan suara korban hanya dianggap angin lalu. Pemerintah memilih untuk berkolusi dengan para pelanggar HAM, alih-alih mempertanggungjawabkan kejahatan Negara yang selamanya tercatat dalam sejarah. Warisan dari pemerintahan Bapak Presiden yang akan diingat publik hanyalah tentang matinya demokrasi dan mandulnya penegakan HAM di bawah seorang presiden yang (ironisnya) berlatar belakang sipil dan berujar tidak memiliki beban masa lalu.

Sebagai kata penutup kami sampaikan bahwa surat ini adalah Surat Aksi Kamisan yang terakhir kami kirimkan kepada Presiden RI. Adapun Aksi Kamisan akan tetap berlanjut dan konsisten berdiri dan berjuang untuk melawan impunitas, merawat ingatan, dan menuntut akuntabilitas atas kasus-kasus kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran HAM.

Demikian kami sampaikan, dan atas perhatian Bapak Presiden kami ucapkan terima kasih”

Sejak 18 Januari 2007, Aksi Kamisan menjadi sarana bagi para keluarga korban dan juga warga negara yang peduli terhadap kasus pelanggaran HAM oleh negara. Menurut catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), sedikitnya ada 13 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia yang belum terselesaikan, yaitu:

  1. Peristiwa 1965-1966
  2. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
  3. Peristiwa Talangsari 1989
  4. Peristiwa Trisakti
  5. Peristiwa Semanggi I dan II
  6. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
  7. Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998
  8. Peristiwa Wasior Wamena
  9. Peristiwa Pembantaian Dukun Santet di Banyuwangi 1998
  10. Peristiwa Simpang KAA 1999
  11. Peristiwa Jambu Keupok 2003
  12. Peristiwa Rumah Geudang 1989-1998
  13. Kasus Paniai 2014

Teks: Sabda Maulana

Editor: Abi Rama Wicaksono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts