Smallest Font Largest Font

Jejak Plagarisme Dalam Dunia Kampus

Majalahketik.com(07/03/21) – Sejumlah kasus penjiplakan karya ilmiah oleh beberapa pimpinan perguruan tinggi belakangan ini, menunjukan bahwa masih adanya kekeliruan mendasar dalam sistem pengelolaan kampus di Indonesia.

Dilansir dari laman resmi lib.ugm.ac.id, self-plagiarism adalah tindakan menerbitkan kembali karya pada redaksi publikasi yang sama meskipun karyanya sendiri. Dan dilakukan secara signifikan, identik, tanpa memberitahu tindakan itu atau tanpa merujuk karya aslinya. Meski demikian, plagiarisme ternyata memiliki definisi yang lebih luas dari itu. Menurut Bowdoin University, ada 4 tipe plagiarisme dalam dunia akademik yang tidak dapat ditolerir. Yakni, Direct Plagiarism, Mosaic Plagiarism, Accidental Plagiarism, dan Self-Plagiarism.

Gagasan tentang bahaya self-plagiarism ini disebarkan oleh Committee on Publication Ethics (COPE). Berdiri pada tahun 1997 dan berkomitmen untuk mendefinisikan etika akademik untuk ilmuwan, penerbit, hingga kampus. Jika dilihat sekilas, rasanya etika tersebut berlebihan. Rasanya tak ada yang salah saat seseorang menjiplak hasil karyanya sendiri. Namun Irving Hexham dalam “The Plague of Plagiarism: Academic Plagiarism Defined (2013)” meyakinkan publik bahwa tindakan itu akan mengkhianati seluruh usaha ilmiah. Etika ini diterima hampir di seluruh kampus dunia. Dalam Harvard College Handbook for Students 2020-2021, disebutkan bahwa hukuman terberat bagi mahasiswa yang melakukan plagiarisme, termasuk self-plagiarisme, adalah dikeluarkan dari kampus tersebut.

Baca Juga: Keuntungan Mahasiswa Kuliah Sambil Kerja

Namun ternyata self-plagiarism ini merupakan tindakan yang masih menuai pro dan kontra. Beberapa ahli masih saling berbeda pendapat untuk menilai istilah self-plagiarism adalah sebuah kecurangan. Stephanie J Bird, penulis Self-Plagiarism and Dual and Redundant Publications: What is The Problems?, menganggap pemakaian istilah itu tak tepat karena definisi plagiat mensyaratkan ada “pihak lain” yang dicurangi. Juga dalam hal pemakaian kembali karya itu sendiri, tak ada pihak lain yang dicurangi.

Berbicara terkait plagiarisme memang tidak sepenuhnya dapat menyalahkan kemunculan masalah sosial ini, karena tidak menampik kenyataan bahwa terkadang seseorang membutuhkan karya orang lain untuk menjadi bahan inspirasi pembuatan karya milik sendiri. Namun, tindakan mengambil ide dari karya orang lain seharusnya menjadi tidak bermasalah jika kamu mencantumkan nama pemberi ide dalam karya kita, sehingga mereka merasa diberi apresiasi atas tindakan yang kamu lakukan.

Akan tetapi menurut saya sendiri, sebaiknya sebagai seorang mahasiswa penting untuk menghindari apa pun bentuk plagiasi yang bisa berakibat buruk pada kerja kreatif kamu selama ini. Karena bentuk plagiasi di zaman sekarang sangatlah bermacam-macam. Menambah wawasan dan menghindari untuk melakukannya, adalah suatu tindakan preventif yang bisa dilakukan oleh siapa pun.

Semoga bermanfaat ya untuk Sobat Ketik semua! Semangat berkarya tanpa kecurangan!

Note: Tulisan ini adalah opini pribadi penulis. Segala tulisan adalah tanggung jawab penulis.

Jurnalis : Ishmah Zakiyyah

Editor: Ratih Rachma Juwita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts