Smallest Font Largest Font

“Ben & Jody”: Dari Drama ‘Jualan Kopi’ Sampai Jadi Film Aksi

Majalahketik.com – Diadopsi berdasarkan antologi cerita pendeknya Dee Lestari, Visinema Pictures kembali menghadirkan dua tokoh titularnya ke layar lebar dari semesta Filosofi Kopi, yaitu Ben dan Jody. Angga Dwimas Sasongko selaku sutradara dan penulis berani mengambil langkah inovatif yang sukses membawa perubahan genre Filosofi Kopi  menjadi jauh lebih berbeda daripada kedua sekuel sebelumnya, Filosofi Kopi (2015) dan Filosofi Kopi 2: Ben & Jody (2017), maupun mini seri yang pernah dibuat sebelumnya.

Mengangkat isu konflik agraria dan deforestasi, kisah dua sahabat kali ini bukan lagi tentang mempertaruhkan bisnis kopi, melainkan nyawa mereka sendiri. Sejak Filosofi Kopi 2, Ben (Chicco Jerikho) memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya. Sementara Jody (Rio Dewanto), masih tetap membesarkan kedai Filosofi Kopi-nya bersama Tara (Luna Maya) di Jakarta.

Jelang acara peluncuran, Ben yang dijadwalkan hadir tiba–tiba menghilang. Jody yang khawatir pun segera mencari keberadaan Ben. Dalam pencariannya, Jody menemukan fakta bahwa sang sahabat sedang berkonflik dengan gerombolan pembalak liar pimpinan Aa Tubir (Yayan Ruhian). Persahabatan keduanya lantas berubah menjadi situasi yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya, yaitu antara hidup dan mati. Di tengah petualangan sekaligus perjuangan mereka, Ben dan Jody bertemu dengan sosok kakak-beradik, Rinjani (Hana Malasan) dan Tambora (Aghniny Haque), serta kelompok kampung adat yang membantu mereka melawan segala bentuk ketidakadilan yang terjadi. 

Baca Juga : Peringati Hari Perempuan Internasional, Aliansi Kelompok Perempuan Gelar Aksi Damai di Patung Kuda Jakarta

Dari Drama ke Aksi!

Kalau dua sekuel Filosofi Kopi sebelumnya bergenre drama, Ben & Jody punya nuansa aksi yang begitu kental. Ketegangannya bahkan sudah bisa dirasakan sejak adegan pertama ketika Ben dan para petani lokal memblokade jalan, tetapi ditabrak oleh truk milik korporat. Mulai dari adegan pembuka tersebut, ketegangan langsung intens ditampilkan dalam film. Suara teriakan, tembakan, serta sabetan benda tajam acapkali terdengar.

Walau bergenre aksi, Ben dan Jody tetap ditampilkan sebagai seorang pemuda metropolitan biasa yang tidak mampu berkelahi. Namun, sayangnya, adegan aksi dengan penuh tembakan dan kejar-kejaran yang disuguhkan masih terasa kurang. Padahal, adegan-adegan tersebut juga menjadi salah satu poin utama menariknya film ini.

Bisa dikatakan bahwa Ben & Jody memiliki alur yang cepat dan tidak bertele-tele sehingga mudah dinikmati serta tidak cepat membuat bosan para penontonnya. Penonton juga tidak dibuat pusing dengan banyaknya adegan aksi karena teknik pengambilan kameranya pun terasa mulus. Ternyata, Ben & Jody lebih banyak menampilkan adegan one on one dibandingkan adu tembak, agak sedikit di luar ekspektasi karena berbeda dari trailer yang ditampilkan film ini.

Film aksi pertama dari Visinema ini juga membawa tagar #sahabatsejati #sahabatsampaimati. Tagar ini pun sesuai dengan pesan yang ingin Ben & Jody sampaikan, tentang dua sahabat sedari kecil yang persahabatannya tengah diuji. Keduanya harus saling bantu demi mempertahankan nyawa mereka.

Dipenuhi dengan Tokoh-Tokoh yang Menarik

Masih tampil dengan sangat prima, performa Chicco Jerikho sebagai Ben dan Rio Dewanto sebagai Jody pun tidak diragukan lagi. Kedua tokoh utama film ini juga tetap konsisten dengan ciri khasnya. Ben pun tetap jadi tukang kopi. Ya, unsur kopi memang masih menjadi “jualan utama” di film ini. Di dalam keriuhan yang menegangkan dari filmnya, tetap ada adegan Ben meracik dan menyajikan kopi untuk Aa Tubir.

Sementara Jody, tetap menjadi Paman Gober yang isi kepalanya hanyalah uang dan uang. Bahkan, ketika disekap oleh Aa Tubir, Jody sempat menunjukan ketamakannya terhadap uang. Jody siap memberikan sejumlah uang asalkan ia dan Ben dilepaskan. Hal inilah yang menjadi bukti bahwa meski mengalami transisi genre dari film pertamanya, Filosofi Kopi, kedua karakter ini tetap memainkan peran karakter yang konsisten.

Dari segi karakter? Tentu tidak perlu diragukan lagi. Walaupun tidak menonton Filosofi Kopi 1 dan Filosofi Kopi 2, penonton masih tetap bisa merasakan ikatan persahabatan yang kuat antara Ben dan Jody. Terlebih lagi bagi penonton menonton dari film pertamanya, tentunya dapat menyaksikan perkembangan karakter yang luar biasa dari Ben, terutama Jody. Namun, sayang sekali, karakter dari tokoh-tokoh lainnya terasa kurang dikembangkan dengan baik.

Contohnya seperti Yayan Ruhian dan Ari Lesmana, dua tokoh yang menjadi daya tarik dari film ini. Untuk Yayan Ruhian sebagai pemimpin kelompok terkesan nyaris tidak menakutkan sama sekali. Meski menjadi antagonis utama, tokohnya ditampilkan lebih santai dan cenderung lucu hampir di sepanjang film. Ketegangan barulah memuncak pada adegan akhir film, Yayan Ruhian juga tampak lebih mengerikan dari adegan–adegan sebelumnya.

Selanjutnya, ada Ari Lesmana sebagai Gele. Gele hadir dengan latar belakangyang menarik, terlebih lagi tingkahnya yang suka sekali tidur ketika sedang berjaga. Sayangnya, screen time dan dialogyang diberikan sangat minim, rasanya seolah Ari Lesmana hanyalah karakter yang kurang penting dalam film ini. Padahal, jika diberikan lebih banyak screen time yang menunjukan penokohan lain dari Gele, mungkin film ini akan makin menarik. 

Diangkat dari Isu Nyata Sampai Produksi Film yang Tidak Main-Main

Isu mengenai konflik agraria yang diangkat Ben & Jody ini awalnya hadir atas inisiasi Almarhum Glenn Fredly yang juga merupakan sahabat Angga Dwimas Sasongko, sang sutradara. Angga Dwimas Sasongko menerangkan bahwa dirinya ingin membuat film untuk mengenang mendiang musisi legendaris tanah air tersebut.

Semasa hidupnya, mendiang Glenn berkeinginan untuk mengangkat film aksi yang membahas isu penting. Mendiang Glenn pun kerap berbicara tentang isu perampasan lahan dan ketidakadilan yang masih banyak terjadi di tengah masyarakat Indonesia, terutama mereka yang menggantungkan hidup dengan alam. Harapannya supaya publik paham bahwa masalah seperti ini masih ada dan terjadi sampai hari ini di Indonesia.

Di samping itu, produksi film Ben & Jody begitu detail dan tidak main-main, seperti membangun set kampung pedalaman sendiri, pengambilan gambar yang mulus, desain kostum dan properti yang menambah kesan dramatis, penggunaan senjata asli agar tercipta efek yang nyata, pemilihan warna yang tepat, serta musik yang menggugah. Hal-hal tersebut juga makin membuat penonton terbawa masuk ke dalam konflik yang dilalui oleh Ben dan Jody.

Selain Chicco Jerikho, Rio Dewanto, dan Yayan Ruhian, film ini juga menampilkan Aghniny Haque sebagai Tambora, Hana Malasan sebagai Rinjani, Reza Hilman sebagai Jago, Muzakki Ramadhan sebagai Musang, dan sederet aktor dan aktris lainnya. Film Ben & Jody sendiri resmi tayang di tanah air pada 27 Januari di bioskop.

Bagaimana, Sobat Ketik? Tertarik masuk ke dalam drama dan aksi yang disuguhkan oleh Ben & Jody ini?

Judul: Ben & Jody

Genre: Aksi, Drama, Komedi

Sutradara: Angga Dwimas Sasongko

Durasi: 114 Menit

Penulis: Angga Dwimas Sasongko, M. Nurman Wardi

Produksi: Visinema Pictures, Jagartha, Blibli, Astro Shaw

Rilis: 27 Januari 2022


Teks: Fathin Hilmi Muyassar

Editor: Hania Latifa

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Related Posts