Dalam dunia perfilman Indonesia, tak jarang kita menemui individu yang mampu menginspirasi melalui karya-karya yang mereka hasilkan. Salah satu contohnya adalah Nehemia Pareang, seorang sineas berbakat yang baru saja memenangkan penghargaan bergengsi, Jakarta Film Fund di ajang Jakarta Film Week 2022. Tak hanya mengukir prestasi, Nehemia juga berdedikasi untuk berbagi pengetahuan dan membawa pengalaman praktis ke dalam kelas. Sebagai asisten dosen di Politeknik Negeri Media Kreatif, ia diminta membantu dan menggantikan dosen mengajar di beberapa mata kuliah pada Program Studi Penyiaran.
Nehemia Pareang atau kerap disapa Nehem lahir dan dibesarkan di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Karena orang tuanya merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), mutasi tidak pernah lepas dari hidup seorang PNS. Tak jarang ia bersama keluarganya sering berpindah-pindah tempat tinggal ke luar kota. Terakhir kali pindah, ia dan keluarganya menetap di Timika, Papua.
Sejak muda, ia telah menujukkan minat yang besar dalam seni dan perfilman. Ketika menginjak bangku kuliah, Nehemia memutuskan untuk merantau dan mengambil jurusan Film dan Televisi di Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Selama di IKJ, ia merasa senang karena memenuhi ekspektasinya bertemu dengan dosen-dosen yang menurutnya hebat dengan mengeksplorasi karya-karyanya diluar hal-hal teknis yang harus ia pelajari.
Sebelum berkarier di dunia film, Nehemia sempat ditawari mengajar pada Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Movie Production Club di Universitas Pelita Harapan bagi mahasiswa yang tertarik di bidang produksi film. Karena jadwalnya fleksibel, ia pun menerima tawaran itu sembari mengerjakan proyek-proyek freelance. Selain mengajar di UKM, ia juga in-house sebagai video editor di sebuah production house selama dua tahun.
Meskipun berpengalaman sebagai video editor, Nehemia belum menemukan passion-nya di bidang video editing. Karena selama menjadi video editor di production house, ia merasakan keterbatasan kreativitas ketika mengedit produk milik klien. Dari sanalah ia merasa tertantang untuk mulai mengasah kemampuan berceritanya yang unik untuk mencoba menggarap filmnya sendiri di tengah persaingan industri perfilman yang ketat.
Selain aktif sebagai praktisi film, Nehemia juga berperan aktif mengajar di ruang kelas. Di kelasnya, Nehemia memadukan pengetahuan akademik dengan pengalaman praktisnya di dunia perfilman. Ia mengajarkan mahasiswanya tentang elemen sinematografi, teknik editing, penulisan skenario hingga tata suara. Nehemia juga membimbing dan mendukung para mahasiswanya pada pengembangan kreativitas mereka dalam pembuatan film.
Ketika melihat hasil karya tugas mahasiswanya pun ia tidak pernah menilai salah atau benar, karena setiap pengambilan gambar pasti memiliki presentasi makna dan konsep tersendiri dari pembuatnya. Begitu pun dari sudut pandang penonton, pasti juga memiliki persepsi masing-masing. Bahkan, ia pun tak segan untuk membuka kritik terhadap film karyanya sendiri. Menurutnya, setiap karya tak mungkin terlepas dari kritik tak terkecuali film garapannya.
‘‘Saya selalu bilang ke temen-temen di kelas, kalau kita berkarya harus siap dikritik. Kritik enggak mungkin enggak ada. Mau karyanya sebagus apapun, saya yakin pasti masih ada celahnya untuk dikritik. Apalagi film saya sendiri, saya yakin juga masih jauh dari kata sempurna. Saya aja pas nonton ulang film saya sendiri masih kepikiran, aduh kenapa enggak dibuat begini aja kemarin, ya.’’
Ucap Nehemia.
Kesuksesan Nehemia Pareang mencapai puncaknya ketika ia memenangkan Jakarta Film Fund 2022 yang diselanggarakan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta lewat film pendek terbarunya berjudul “Bukan Anak Meriam”. Film ini mengangkat mitologi Meriam Si Jagur di Kawasan Kota Tua yang bercerita dari sudut pandang sepasang suami istri bernama Mer dan Ian yang sudah lama menantikan kehadiran buah hati. Mereka melancong ke Jakarta untuk melakukan sebuah ritual menggosokan alat kelaminnya di meriam yang diyakini akan mendatangkan hal baik yaitu mendapatkan momongan.
Film Bukan Anak Meriam mampu menyingkirkan peserta lainnya. Bayangkan, di tahun 2022 saja terdapat 214 proposal ide yang masuk di salah satu program Jakarta Film Week itu. Dari total 214 pendaftar ide cerita tersebut, yang lolos proses awal seleksi menjadi 20 besar. Kemudian, akan kembali dikurasi menjadi 8 besar. Mereka yang berhasil masuk ke dalam 8 besar, berhak untuk mengikuti Pitching Forum.
Di proses Pitching Forum ini, peserta akan melakukan presentasi tentang proposal mereka di depan para juri yang sudah kompeten di bidangnya yaitu; Gita Fara selaku produser, Sammaria Simanjuntak selaku sutradara, produser dan penulis naskah, dan Andhika Permata selaku Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif DKI Jakarta. Setelah melewati proses Pitching Forum, akhirnya terpilihlah 3 pemenang proposal ide cerita yang berhasil lolos pendanaan Jakarta Film Fund, salah satunya adalah Bukan Anak Meriam. 3 finalis Jakarta Film Fund 2022 berhak mendapatkan total pendanaan Rp 150.000.000, di mana masing-masing proposal ide cerita mendapatkan Rp 50.000.000 untuk biaya produksi.
Berangkat dari sebuah ide cerita yang sederhana dan ala kadarnya, siapa sangka Nememia Pareang mampu menembus 3 besar Jakarta Film Fund 2022 di tengah kesibukan dan padatnya jadwal mengajar. Semua ia hadapi untuk membuktikan bakat penyutradaraannya. Nehemia berharap karya-karya kedepannya dapat tersampaikan dengan jelas pesan-pesan yang ingin ia sampaikan dan dipetik oleh penonton.
Teks: Rifkah Kusmita Juniati
Editor: Fathin Hilmi Muyassar