Tempat wisata Kota Tua merupakan salah satu dari banyak destinasi favorit yang ada di Kota Jakarta. Berlokasi di Jakarta Barat dengan luas 15 hektare, dulunya kawasan ini menjadi pusat perdagangan benua Asia karena dianggap strategis dan penuh akan sumber daya. Kota Tua juga menjadi saksi bisu sejarah pusat administrasi sekaligus pusat perdagangan pada masa pemerintah kolonial Belanda. Saat ini, Kota Tua menjadi tempat rekreasi dan edukasi yang menawarkan nilai historis sisi Jakarta dengan nuansa Eropa zaman dahulu.
Revitalisasi Menjadi Kawasan Rendah Emisi
Untuk mendukung Kota Tua sebagai Kawasan Rendah Emisi, disediakan fasilitas tersendiri yang ramah untuk para pejalan kaki dan pengguna sepeda. Daerah Kota Tua kini telah dirombak menjadi wilayah pedestrian, seperti trotoar di Jalan Ketumbar, Jalan Kemukus dan Jalan Lada Dalam yang diperlebar menjadi tiga meter agar dapat menjadi jalur yang nyaman bagi para pejalan kaki. Bukan hanya itu, lampu penerangan dan pohon pun sudah mulai diperbanyak jumlahnya. Kota Tua juga semakin inklusif dengan adanya pemasangan guilding block yang ramah bagi penyadang disabilitas serta jalur khusus untuk sepeda.
Akses Transportasi Umum Dibuka Lebar
Menurut informasi yang didapat, kendaraan pribadi sudah mulai dilarang melintas kawasan Kota Tua selama 24 jam terkecuali yakni TransJakarta, kendaraan logistik untuk kegiatan di Kota Tua, dan kendaraan berstiker khusus rendah emisi. Mengingat Kota Tua adalah Kawasan Rendah Emisi, pengunjung dianjurkan menggunakan transportasi umum yang sudah terintegrasi seperti KRL Commuter Line atau pun TransJakarta. Akses dan rute transportasi umum seperti TransJakarta pun mulai diadakan secara efektif dan banyak.
Menaiki kendaraan pribadi tidak dianjurkan, karena letak parkir yang jauh dari Kota Tua dan tidak adanya kantong parkir. Sebaiknya, pengunjung lebih baik meninggalkan kendaraan pribadinya di fasilitas park and ride yang tersedia di berbagai stasiun dan terminal. Setelahnya, kamu dapat menuju kawasan Kota Tua dengan menaiki transportasi umum.
Baca juga: Menengok JIS, Stadion Berstandar FIFA Bersertifikat Green Building
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan berpesan kepada seluruh lapisan masyarakat agar bisa merawat kawasan Kota Tua hingga masa depan. Hal ini juga termasuk dalam menjaga keaslian peninggalan sejarah yang ada di sekitar Kota Tua.
‘‘Di Kota Tua kita akan menyaksikan kawasan baru yang mewakili Jakarta masa depan. Revitalisasi Kota Tua dirancang untuk menghadirkan kawasan wisata yang memanusiakan pejalan kaki, berorientasi pada mobilitas yang aktif dan setara untuk semua, serta ramah lingkungan (rendah emisi),’’ jelas Anies pada akun Instagramnya, Sabtu (27/8)
Kembali Ubah Nama Kota Tua Jadi Batavia
Usai direvitalisasi dan diresmikan, Anies juga mengubah nama kawasan Kota Tua kembali menjadi Batavia. Menurutnya, nama Batavia dipilih karena mencerminkan masa lalu, tetapi dirancang dan dikemas sebagai kota modern di masa depan. Batavia sendiri diketahui merupakan nama asli dari kawasan Kota Tua Jakarta. Nama yang dipakai pemerintah kolonial Hindia-Belanda usai kegiatan Vereenidge Oostindische Compagnie (VOC), pelaut Jan Pieterszoon Coen berhasil menundukkan Jayakarta pada tahun 1619.
Penetapan Kawasan Rendah Emisi Masih Belum Efektif
Meski Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta telah memberlakukan kebijakan Low Emission Zone (LEZ) dan larangan kendaraan bermotor melintas Kota Tua, faktanya dalam pantauan Redaksi MajalahKetik di lapangan, masih ditemukan pengendara roda dua yang menerobos jalur pedestrian Kawasan Kota Tua, hal ini tentunya melanggar peraturan lalu lintas dan menjadi bahan evaluasi bagi Pemrov DKI, Pemerintah Kota Jakarta Barat serta pihak yang terkait untuk melalukan sosialisasi secara masif dan menjaga kawasan tersebut agar steril dari kendaraan bermotor yang melintas.
Revitalisasi kawasan Kota Tua Jakarta masih akan terus berlanjut. Revitalisasi tersebut mencakup pembagunan Pasar Heksagon, pengendalian banjir kanal Museum Bahari, penataan Kali Besar Timur, sampai dengan penataan wilayah pejalan kaki.
Teks: Fathin Hilmi Muyassar
Foto: Shinta Sofariah & Fathin Hilmi Muyassar
Editor : Ishmah Zakiyyah