Majalahketik.com(22/02/21) – Halo, Sobat Ketik! Gimana nih kabarnya? Tetep jaga kesehatan selalu ya, walau tetap dirumah! Kamu tau ga sih? kalau pandemi COVID-19 sekarang ini menjadi sebuah krisis global yang bukan hanya mengancam kesehatan masyarakat secara fisik, namun juga secara mental. Begitu banyak berita buruk yang kita terima, sehingga membuat masyarakat kita menjadi cemas akan hidup diri mereka sendiri, keluarga, teman terdekat, dan bahkan lingkungan sekitarnya. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus kecemasan di masyakarat pada masa pandemi ini adalah stres akibat isolasi sosial atau physical distancing pada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Perubahan ini juga berakibat kepada kita semua para mahasiswa. Kita harus bisa beradaptasi terhadap sistem baru, yang berdampak terhadap munculnya masalah kesehatan mental, seperti stres dan kecemasan pada mahasiswa. Kecemasan berlebihan pada masa karantina dapat meningkatkan risiko ansietas, depresi, hingga gejala stres pascatrauma. Meningkatnya stres dan kecemasan yang dialami oleh mahasiswa ini, telah diungkapkan dalam beberapa penelitian di beberapa negara.
Padahal sebagai mahasiswa, seharusnya kita dapat menikmati berbagai fasilitas dari kampus untuk perkuliahan, namun mahasiswa yang tinggal di daerah dengan keterbatasan infrastruktur dan daya dukung lainnya justru semakin merasakan kesenjangan digital. Faktor akademik juga merupakan salah satu potensi stres dan cemas, misalnya karena perubahan gaya belajar dari sekolah menengah ke pendidikan tinggi, tugas-tugas perkuliahan yang sangat padat, target pencapaian nilai, prestasi akademik, dan penundaan akademik akibat pandemi COVID-19. Stres dan cemas yang meningkat di kalangan mahasiswa ini, dapat mengakibatkan penurunan prestasi akademis, serta dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental bagi mahasiswa itu sendiri.
Baca Juga : Golongan Penerima Beasiswa
Perubahan metode pembelajaran dari tatap muka ke metode online yang dilakukan secara mendadak dalam situasi darurat ini masih memiliki beberapa masalah, diantaranya adalah kurangnya kesiapan dari pihak dosen dan mahasiswa, kurangnya penguasaan teknologi, waktu yang singkat, penyampaian materi kuliah yang tidak sejelas perkuliahan tatap muka, kebutuhan kuota internet yang besar, kondisi sinyal internet yang tidak stabil atau gangguan pada jaringan yang akhirnya membuat perkuliahan jarak jauh menjadi kurang efektif. Namun sisi positifnya dapat terlihat dari situasi pandemi sekarang, metode online ini terkesan cukup baik karena dapat menghindari resiko tertular nya virus yang nantinya malah akan menambah angka orang yang terjangkit.
Maka dari itu, sebaiknya kita mahasiswa bisa melakukan hal-hal sederhana yang dapat mencegah dan mengurangi stres serta kecemasan, seperti olahraga atau aktivitas fisik, istirahat cukup, melakukan hobi, tetap bersosialisasi meskipun secara virtual, dan apabila stres atau kecemasan terasa berat dan mengganggu, janganlah segan untuk bercerita ke orang yang dipercaya atau mencari pertolongan kepada profesional.
Namun sepertinya dalam hal ini, pihak universitas juga harus bertanggung jawab atas kesehatan mental mahasiswanya. Maka dari itu, untuk mengatasi dan mencegah gangguan kesehatan mental yang dialami mahasiswa ini, sebaiknya pihak universitas bisa dapat mencoba untuk membuat proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan komunikatif, serta menyediakan layanan konseling atau bantuan terkait kesehatan mental lain dari ahli psikolog/psikiater bagi civitas universitas nya.
Walaupun sebagai generasi muda sekarang rasa takut dan cemas sangatlah normal dirasakan selama masa pandemi, Yuk, Sobat Ketik tetaplah kita selalu berpikir positif dan bersyukur dalam menghadapi situasi ini!
Note: Tulisan ini adalah opini pribadi penulis. Segala tulisan adalah tanggung jawab penulis.
Jurnalis : Ishmah Zakiyyah
Editor : Ratih Rachma Juwita